Minggu, 07 November 2010

PENGARUH BUDAYA MATRILINEAL TERHADAP TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT TANAH DATAR


‘” PENGARUH BUDAYA MATRILINEAL TERHADAP TATANAN KEHIDUPAN MASYARAKAT TANAH DATAR “
Oleh : Zul Amri, SE
A.   Pendahuluan
Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam provinsi Sumatera Barat, dengan ibu kota Batusangkar,. Dan merupakan pusat dari peradaban minangkabau yang mempunyai tatanan kehidupan masyarakat yang masih teguh memegang adapt istiadat minangkabau.   Masyarakat Tanah Datar menselaraskan dasar agama Islam kedalam konsep dasar adatnya dengan menjadikan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah seperti konsep adat masyarakat Minangkabau yang dikenal sekarang. Konsep ini mengandung pengertian bahwa orang yang tidak mematuhi hukum norma-norma adat atau yang disebut oleh orang Minang orang yang tak beradat, dan sekaligus termasuk dalam kategori orang yang tidak beragama dalam masyarakat Minang .
Budaya minangkabau sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Tanah Datar. Wujud budaya tersebut berupa sistem kekeluargaan dan kekerabatan, dimana masyarakat Minangkabau menganut sistem kekeluargaan berdasarkan garisketurunan dari ibu (matrilineal)., Masyarakat Tanah Datar sangat menonjol dalam hal asas kegotong royongannya. Hampir semua hal dalam kehidupannya selalu di lakukan dengan bergotong royong, baik dalam usaha agraris, karya seni dan kerajinan, membangunan rumah (rumah adat) dan permukimannya. Hal ini dapat dilihat bagaimana masyarakat Tanah Datar yang berada di perantauan, mereka akan menerapkan kebiasaan (budaya) ”saling mengangkat” dalam arti orang yang telah lama tinggal dan secara ekonomi mulai mapan, mereka bersedia menampung dan membiayai keluarga yang datang merantau untuk mencari kehidupan baru yang lebih baik. Atau mereka akan berusaha mengajak keluarga mereka dari kampung halamannya agar dapat mengikuti jejak mereka dalam berbagai usaha dengan bantuan biaya mereka sampai keluarga yang baru datang tersebut dapat hidup mandiri.
Falsafah adat Minangkabau segalanya bersumberkan pada alam, Alam Takambang Jadi Guru. Alam beserta hukum dan fenomenanya juga gejala-gejala yang ada dibaliknya dipedomani dan dipahami dalam memaknai arti hidup dan kehidupan. Alam selalu berubah berevolusi menuju kepada kesempurnaan dengan tetap berdasarkan pada hukum , begitu juga harusnya individu berorientasi pada kesempurnaan dengan mengembangkan kreatifitas. Orang Minang berpandangan bahwa hidup pada hakikatnya baik, karena itu tujuan hidup adalah berbuat kebaikan atau jasa,(hiduik bajaso, mati bapusako), mereka ibaratkan gajah mati maninggakan gadiang, harimau mati maninggkan baling, manusia mati maninggakan namo .Pepatah itu mengisyaratkan bahwa hidup adalah menghasilkan, setiap orang harus bekerja dan produktif sewaktu ia hidup sehingga dapat meninggalkan sesuatu apabila telah meninggal.
Sebagai individu orang Minang sangat egaliter, hal itu dinyatakan dalam ungkapan duduk samo randah tagak samo tinggi. Ungkapan ini membuka kesempatan kepada setiap individu untuk mencari yang terbaik, karena setiap orang itu pada prinsipnya menpunyai hak yang sama dalam berinisiatif dan memutuskan sesuatu. Keinginan untuk sama dengan orang lain selalu digambarkan dengan baa dek urang baitu dek awak indak , sebagaimana orang lain dapat berhasil begitu juga kita sebagai pribadi. Motivasi untuk berprestasi dan meraih kedudukan yang sama dengan orang lain adalah faktor yang akan menentukan nilai dan harga diri seorang Minang.
Pembentukan karakteristik individu Masyarakat Tanah Datar selain didasarkan pada sistem nilai budaya yang ada, juga dapat dipengaruhi oleh sistem sosiolkultural yang berkembang dalam masyarakat. Adat matrilinial salah satu contoh hal yang juga berperan dalam pembentukan kepribadian terutama individu laki-laki Tanah Datar. Unsur materialisme dalam budaya matrilinial,mempengaruhi Masyarakat Tanah Datar untuk selalu aktif dan berfikir realis.

B.   Budaya Matrilinial
Matrilinial adalah merupakan suatu sistem kekeluargaan yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan Minangkabau, ia merupakan salah satu unsur identitas dari kebudayaan Minangkabau itu sendiri dan sekaligus menjadi sebuah karakteristik yang membedakannya diantara beberapa kebudayaan lain khusus yang ada di nusantara. Kalau dilihat secara etymology atau berdasarkan bahasa, dalam bahasa Inggris kata matrilinial berasal dari suku kata matronly yaitu kata sifat berorientasi figure yang berarti keibuan, yang lainnya adalah kata matrimony yang berarti sebuah ikatan perkawinan. Pada tingkatan susunan kata yang lebih sempurna matriarchy dan matriarch yaitu artinya pucuk pimpinan di tangan wanita atau ibu, peribuan atau ibu pemimpin keluarga atau wanita pemimpin suku.
Khusus pengertian matriarch yang dimaksud dalam sistem budaya Minangkabau adalah ibu atau wanita sebagai dasar dari garis keturunan pada sebuah keluarga atau rumah tangga bukan sebagai pemimpin keluarga atau pun suku, karena tidak ada dalam sejarah peradaban Minangkabau perempuan yang menjadi penghulu dari sebuah suku. Intinya secara sistem atministrasi, dan struktur sosial tetap di pimpin oleh laki-laki. Lain halnya dengan sistem yang berlaku dalam hubungan kekeluargaan, dalam sistem kekeluargaan Rumah Gadang para wanita mulai dari seorang nenek dan para ibu diberi kekuasan yang besar dalam mengurus keluarga dan hak milik serta pengelolaan terhadap harta keluarga. Jadi pengertian matrilinial yang tepat secara terminology dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu sistem kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan ibu. Sistem matrilinial mengatur garis keturunan seseorang berdasarkan garis keluarga ibu, dan seorang anak yang lahir akan masuk dalam susunan keluarga ibunya dan bukan keluarga ayahnya. Seorang ayah berada di luar keluarga anak dan istrinya, sama halnya dengan seorang anak dari seorang laki-laki akan termasuk lain dari ayahnya. Oleh karena itu dalam sistem kekeluargaan Minangkabau kedudukan keluarga batih atau keluarga inti menjadi kabur, dalam artian keluarga batih tidak merupakan kesatuan yang mutlak, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga batih atau keluarga intilah yang memegang peranan penting dalam hal pendidikan dan masa depan anak-anak mereka. Beberapa sumber memaparkan ciri dan karakteristik dalam sistem matrilinial diantaranya :
1)    Keturunan dan pembentukan kumpulan suku atau marga diperhitungkan menurut garis keturunan ibu.
2)    Perkawinan bersifat matrilokal.
3)    Anggota kelompok kerabat merasa bersaudara kandung, senasib, sehina, dan semalu.
4)    Kekuasaan hakiki ada pada nenek dan ibu, sedang kekuasaan teknis ada pada mamak ( saudara laki-laki dari ibu ) dalam kaum.
5)    Pola tempat tinggal bercorak dwilokal dan matrilokal.
6)    Kesatuan keluarga terkecil adalah saparuik yang bersifat geneologis, dimana aturan keturunan dalam jaringan masyarakat yang menarik keturunan sepihak apak ikut ibu (matrilinial) atau ikut keluarga ayah (patrilinial).
7)    Harta pusaka tinggi turun dari mamak (saudara laki-laki dari ibu) kepada kemenakan (anak dari saudara perempuan kandung).
Secara umum Teori Matrilinial adalah suatu bentuk organisasi sosial sebagai facilittaing the peripherality atau pembatasan pada aktivitas bagi laki-laki, namun memberikan posisi yang positif pada wanita dalam hubungannya dengan persoalan interdetermination functionalist.

C.   Konsep Masyarakat dalam Sistem Matrilinial Dilihat dari Peran dan Kedudukannya dalam kehidupan di dalam masyarakat.
Dalam sistem matrilinial Minangkabau terdapat hal yang dilematis dalam diri laki-laki Minangkabau, baik secara fungsi atau tanggung jawab maupun secara hak dan kedudukannya. Kedudukan dan fungsi laki-laki Minang dalam orientasi tanggung jawab sosialnya lebih besar pada keluarga ibunya dari pada anak dan istrinya. Adanya ketidak seimbangan antara kewajibannya sebagai mamak dengan kewajibannya sebagai ayah. Laki-laki Minang yang sudah menikah menurut hukum adat mempunyai fungsi dan peran ganda, yaitu; fungsi pertama sebagai seorang mamak berperan terhadap suku dan kaumnya, dan fungsi kedua sebagai seorang sumando yaitu seorang ayah dalam ikatan keluarga inti, yang berperan terhadap istri dan anaknya. Sebagai seorang ayah dalam sistem tradisi Minangkabau ia
Sistem matrilinial pada sisi lain meletakkan laki-laki Minang sebagai mamak, dimana tuntutan suku dan sistem adapt mewajibkan laki-laki bertanggung jawab terhadap kaum dan suku ibu sekaligus merupakan sukunya. Dalam kaum atau sukunya ia diberikan tanggung jawab untuk menjaga dan mengembangkan harta pusaka, kalau dapat ia harus memperluasnya untuk kesejahteraan anak-keponakannya. Ia akan tercela oleh adat kalau ia tidak dapat menjaga atau bahkan mengahabiskan harta pusaka yang telah ada. Pada adat tradisi Minang kuno seorang laki-laki Minang dituntut untuk bertanggung jawab pada keluarga ibu dan kaum kerabatnya yang sesuku dan sekampung, namun setelah Islam masuk ia juga dituntut untuk bertanggung jawab pada istri dan anak-anak serta seluruh keturunannya. Seluruh tanggung jawab yang dibebankan pada laki-laki Minangkabau tertuang pada pantun sebagai ajaran dari falsafah pantun adatnya yang berbunyi :
Kaluak paku, kacang balimbiang
Tampuruang lenggang lenggokan.
Anak dipangku, kamanankan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan
Pantun di atas mengisyaratkan bahwa laki-laki Minang itu bertanggung jawab pada keluarganya yaitu pada anak dari tanggung jawabnya pada keluarga dengan istrinya, juga keponakan (anak dari saudara perempuan) sebagai wakil dari tanggung jawabnya pada keluarga ibunya. Selain itu ia juga dibebani tanggung jawab sosial terhadap orang kampung dan kaum sukunya. Budaya matrilinial dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu bentuk sistem sosial kekerabatan yang pada dasarnya teribentuk untuk tujuan kemaslahatan dan kesejahteraan komunitas masyarakat Minangkabau itu sendiri. Sebagai suatu sistem norma, tentunya tidak semua dari komunitasnya memiliki persepsi yang sama terhadap sistem tersebut. Walaupun begitu secara umum sistem nilai budaya matrilinial adalah bersifat normatif yang secara prinsip berorientasi pada sesuatu yang positif. Prisip dasar nilai normatif dari sistem matrilinial adalah adalah berorientasikan pada beberapa aspek diantaranya :
1.    Nilai budaya matrilinial menginginkan anak laki-laki untuk lebih mandiri, baik dalam bentuk financial maupun dalam bentuk personality.
2.    Nilai tanggung jawab kaum laki-laki terhadap keluarganya.
3.    Nilai perlindungan terhadap kaum perempuan, baik perlindungan dalam bentuk moral maupun dalam bentuk material.
Sebagai individu, laki-laki Minangkabau baru dianggap sukses dalam masyarakat apa bila ia alah jadi urang; atau sudah jadi orang; yaitu suatu penilaian terhadap tingkatan keberhasilan seseorang dalam hidupnya baik secara materi maupun secara moril. Menjadi orang adalah individu yang sempurna sebagai manusia mereka dikategorikan kepada; Urang kebilangan yaitu orang yang ternama atau terkenal diantaranya urang dituokan, yang dituakan secara professional dan fungsional, urang pandai yang berilmu, urang bagak, (pemberani), urang kayo (kaya). Falsafah materialisme Minangkabau mendorong remaja laki-laki agar kuat mencari harta kekayaan guna memperkokoh dan meningkatkan martabat keluarga atau kaum kerabat agar setara dengan orang lain, semua itu tertuang dalam ajaran pantun:
Apo gunonyo kabau batali
Usah dipaluik di pamatang
Pauikan sajo di tangah padang
Apo gunonyo badan mancari
Iyo pamaga sawah jo ladang
Nak membela sanak kanduang

D.   Penutup
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya Minangkabau sangat mempengaruhi terhadap tatanan dan pertumbuhan masyarakat Tanah Datar, Budaya minang sangat mempengaruhi terhadap tatanan kehidupan dan perekonomian masyarakat, dengan aturan-aturan yang ada di adat Minangkabau telah membuat masyarakat Tanah Datar sebagai seorang yang gigih dan ulet di dalam berusaha untuk mencapai kehidupannya, Tidak saja untuk memajukan keluarga, kaum bahkan untuk memajukan masyarakat di sekitarnya.
(Tugas Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan, Program Studi Perencanaan Pembangunan,Program Pasca Parjana Universitas Andalas Padang )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar